BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mie merupakan salah satu jenis makanan olahan yang sangat digemari
oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Mie disukai karena penyajiannya yang
mudah dan cepat, mie juga dapat digunakan sebagai
variasi menu pengganti nasi. Namun, mie yang
beredar di masyarakat saat ini memiliki beberapa
kelemahan yaitu
dapat mengancam
kesehatan
karena di dalamnya terkandung
bahan pengawet dan pewarna yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme, juga keguguran, MSG, propylene glycol yang
dapat
menyebabkan kerusakan organ
dan
melemahkan sistem kekebalan tubuh, styrofoam yang
dapat menyebabkan kanker, kemudian tingginya natrium yang
dapat menyebabkan hipertensi,
penyakit jantung, stroke, dan kerusakan
ginjal, juga obesitas karena mengandung
lemak yang
tinggi (Sumber: Artikel nuchesehatan
waspada-bahaya-konsumsi-mie).
Braden Kuo, seorang ahli pencernaan
melakukan sebuah observasi melalui kamera kecil yang dimasukkan ke perut. Hasil
observasinya mengungkapkan bahwa mie instan sangat sulit dicerna oleh perut.
Sistem pencernaan membutuhkan waktu berjam-jam untuk mencerna mie. Hal ini
sangat tidak baik bagi sistem pencernaan (Sumber: diarykesehatan.com).
Penggunaan tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan
mie
banyak digunakan sebagai bahan pokok berbagai produk
pangan.
Berdasarkan data dari El Hida 2013 jumlah impor bahan pangan yang tertinggi
adalah gandum mancapai 6,3 juta ton. Hal ini menunjukan ketergantungan
Indonesia terhadap gandum dapat dikatakan sudah sangat kronis karena
dimasyarakat makanan pokok kedua setelah beras adalah gandum. Gandum sudah
menyebar merata di setiap lapisan masyarakat mulai dari mie, roti, kue, snack,
dan gorengan yang dijual di kaki lima. Tanpa disadari impor gandum dalam jumlah
yang fantastis ini dapat mengancam stabilitas perekonomian negara karena harga
akan dikendalikan oleh negara-negara produsen sedangkan negara konsumen dalam
hal ini adalah Indonesia hanya dapat menerima berapapun harga yang ditawarkan
sehingga dapat menguras habis anggaran belanja. Apabila terjadi keadaan
demikian pastinya Indonesia menjadi negara yang sangat dirugikan karena 100%
gandum yang dikonsumsi oleh masyarakat berasal dari luar negeri. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi ketergantungan
penggunaan tepung terigu yaitu dengan cara mencari berbagai alternatif
bahan
pokok produk pangan
baru yang dapat digunakan dengan
memanfaatkan potensi tanaman lokal yang tersedia di masyarakat, salah
satunya adalah
temu hitam.
Temu hitam (Curcuma
aeruginosa Roxb) merupakan satu dari berbagai jenis tanaman yang banyak terdapat di Indonesia yang belum dimanfaatkan secara
maksimal, padahal memiliki
potensi sebagai pangan alternatif yaitu
dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan tepung. Namun, potensi
tersebut belum dimanfaatkan secara
optimal oleh masyarakat Indonesia karena kurangnya
pemahaman akan potensi yang dimilikinya. Tanaman temu hitam (Curcuma
aeruginosa Roxb) ini
banyak terdapat di Indonesia dikarenakan iklim di Indonesia yang
cocok dengan
pertumbuhannya.
Temu hitam banyak ditemukan tumbuh liar di hutan jati, padang rumput, atau di ladang pada ketinggian
400-750 m dpl. Temu hitam ini mempunyai tinggi 1-2 m, berbatang semu yang
tersusun atas kumpulan pelepah daun berwarna hijau atau
cokelat
gelap. Daun tunggal
bertangkai panjang 2-9
helai
(Anonim, 11).
Bagian pada tanaman temu hitam yang
dapat digunakan untuk
membuat tepung adalah rimpangnya yang merupakan umbi dari tanaman
tersebut. Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa rimpang temu hitam
mempunyai kandungan air 10,38%, minyak atsiri 0,52%, lemak 3,80%, protein
1,0%, dan
pati
49,56%
(Sutaryo
et al,
2003).
Komponen pati temu
hitam yang cukup tinggi yaitu 49,56% sangat
berpotensi
untuk diekstraksi dan dijadikan sebagai salah satu bahan
sumber pati.
Pati temu
hitam mempunyai kadar
air
8,34%, abu 0,20%, lemak 0,75%, protein 0,80%, serat kasar 0,97%, amilosa 24,45% dan amilopektin 75,54%.
Karakteristik fisik pati temu hitam yaitu rendemen 24,28%, granula pati 22 µm, absorbsi
air 1,81 g/g, absorsi minyak 1,92 g/g, dan derajat putih 77,02% (Purnama,
2004). Temu hitam juga memiliki khasiat diantaranya
dapat meningkatkan nafsu makan, juga banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit kulit dan
keputihan (Sumber: Artikel info tanaman herbal).
Berdasarkan dua kondisi di atas maka kami tertarik untuk menjadikan pati temu hitam
sebagai bahan dasar pembuatan mie yang akan diproduksi. Apalagi di daerah Banten sendiri masih sedikit
jika dilihat dari segi kekhasan makanan kulinernya. Mie yang akan diproduksi tidak menggunakan bahan pengawet atau bahan kimia
lainnya, sehingga produk mie yang dihasilkan merupakan mie yang
tidak mengancam
kesehatan sekaligus dapat mengatasi ketergantungan terhadap tepung terigu tanpa
mengurangi
tingkat kegemaran masyarakat terhadap mie.
0 komentar:
Posting Komentar