Pages

Rabu, 11 Januari 2017

BUMIKU LAYU

Bumiku Layu

oleh Fathoni Nicky Adam McFadden pada 10 Juli 2012 pukul 9:00 ·

Tetes kesejukan embun saat pagi hari

Iringi surya yang baru membuka matanya

Kerlip sinar puaskan hawa dingin

Jelajahi dunia yang tak beraturan



Saat aku kembali memandangi

Lukisan-lukisan abstrak hijau nan serasi

Saat warna hijau itu gemerlap tak terbendung

Terselip beberapa lembar biru yang yang berkabut

Bumiku yang indah

Estetika Mahakarya Sang Pencipta



Bumiku layu tak seperti saat aku bermimpi

Lunturnya lukisan Tuhan karena kecipratan sedikit darah

Hijau kini mulai menguning

Dan biru kini tak lagi nampak bening



Hitam dimana-mana

Lembar-lembar daun tak berani berkata

Mereka punah oleh timbunan kabut

Kabut asap yang madlorotnya hingga tata surya



Bumiku layu tak seperti saat aku pertama membuka mata

Saat burung-burung itu gembira tertawa

Memang aku baru terbangun dari dimensi ruang waktu

Tapi bumiku suguhkan tarian lewat alunan angin dan daun bak ratu



Bumiku layu tak seperti pertama aku berkenalan

Dia nampak anggun dengan rangkaian rambut hijaunya

Matanya yang biru bius sejuta mata pengagumnya



Ia tak pernah mengeluh pada siapapun

Pun pada saat langit membiusnya dengan derai air mata

Ia masih bisa melukis pelangi dalam senyumnya



Bumiku layu tak bertenaga

Saat ia meronta-meronta meminta bantuan

Saat rintihannya hanya jadi rintihan

Kemanakah mereka yang menamai dirinya Khalifah Tuhan

Telah berikan luka bakar yang kini tak kunjung hilang



Bumiku layu tak lagi gagah

Saat rentetan duri menikam punggung bungkuknya

Ia lemah ia terluka

Dari serangan manusia gila tak bernyawa

Sungai air matanya isyarat betapa sakit hatinya

Menimbun mayat-mayat penuh dosa dalam dirinya





Ia ingin muntah, ia ingin teriak

Perlakukan aku seperti kau memperlakukan perutmu

Sayangi aku seperti kau menyayangi pacar harammu



Bumiku layu ia lemas

Haus akan derai air mata lewat ayat Penciptanya

Rindu saat ia bisa menerima kerudung untuk tutup mahkotanya





Ia merindukan orang yang tak kunjung menari di hadapanya

Suguhkan tarian yang saat ia membuka mata

Terbentang seribu titik-titik biru dalam matanya



Bumiku dulu segar kini layu

Bumiku dulu gagah kini malu

Bumiku dulu perawan kini menjadi nafsu komersial



0 komentar:

Posting Komentar