Pages

Rabu, 11 Januari 2017

LAUTAN JILBAB

LAUTAN JILBAB
Karya MH. Ainun Najib
Para malaikat Allah tak bertelinga,
tapi mereka mendengar suara nyanyian beribu-ribu jilbab
Para malaikat Allah tak memiliki mata,
tapi mereka menyaksikan derap langkah beribu jilbab
Para malaikat Allah tak punya jantung,
tapi sanggup mereka rasakan degub kebangkitan
jilbab yang seolah berasal dari dasar bumi
Para malaikat Allah tak memiliki bahasa dan budaya,
tapi dari galaksi mereka seakan-akan terdengar suara:
ini tidak main-main! ini lebih dari sekedar kebangkitan sepotong kain!
Para malaikat Allah seolah sedang bercakap-cakap di antara mereka
kebudayaan jilbab itu, bersungguh-sungguhkah mereka?
O, amatilah dengan teliti: ada yang bersungguh-sungguh,
ada yang akan bersungguh-sungguh,
ada yang tidak bisa tidak bersungguh-sungguh
Sedemikian pentingkah gerakan jilbab di negeri itu?
O, sama pentingnya dengan kekecutan hati semua kaum yang tersingkir,
sama pentingnya dengan keputusasaan kaum gelandangan,
sama pentingnya dengan kematian jiwa orang-orang malang
yang dijadikan alas kaki sejarah
Bagaimana mungkin ada kelahiran di bawah injakan kaki Dajjal?
bagaimana mungkin muncul kebangkitan dari rantai belenggu kejahiliyahan?
O, kelahiran sejati justru dari rahim kebobrokan,
kebangkitan yang murni justru dari himpitan-himpitan
alamkah yang melahirkan gerakan itu atau manusia?
O, alam dalam diri manusia.
Alam tak boleh benar-benar takluk oleh setajam apapun
pedang peradaban manusia,
alam tak diperkenankan sungguh-sungguh
tunduk di bawah kelicikan tuan-tuannya
Apakah burung-burung ababil akan menabur dari langit
untuk menyerbu para gajah yang durjana?
O, burung-burung ababil melesat keluar dari kesadaran pikiran,
dari dzikir jiwa dan kepalan tangan
Para malaikat Allah yang jumlahnya tak terhitung,
berseliweran melintas-lintas ke berjuta arah di seputar bumi
Para malaikat Allah yang amat lembut sehingga seperjuta atom
tak sanggup menggambarkannya
Para malaikat Allah yang besarnya tak terkirakan oleh matematika ilmu manusia sehingga seluruh jagat raya ini disangga di telapak tangannya
Tergetar, tergetar sesaat, oleh raungan sukma dari bumi
Para malaikat Allah seolah bergemeremang bersahut-sahutan di antara mereka
apa yang istimewa dari kain yang dibungkuskan di kepala?
O, hanya ketololan yang menemukan jilbab sekedar sebagai pakaian badan
lihatlah perlahan-lahan makin banyak manusia yang memakai jilbab, lihatlah kaum lelaki
berjilbab, lihatlah rakyat manusia berjilbab, lihatlah ummat-ummat berjilbab, lihatlah Siapapun saja yang memerlukan perlindungan, yang memerlukan genggaman keyakinan, yang memerlukan cahaya pedoman, lihatlah mereka semua berjilbab
Adakah jilbab itu semacam tindakan politik, semacam perwujudan agama,
atau pola perubahan kebudayaan?
Para malaikat Allah yang bening bagai cermin segala cermin,
seolah memantulkan suara-suara:
Jilbab ini lagu sikap kami, tinta keputusan kami,
langkah-langkah dini perjuangan kami
jilbab ini surat keyakinan kami, jalan panjang belajar kami,
proses pencarian kami
jilbab ini percobaan keberanian di tengah pendidikan ketakutan
yang tertata dengan rapi
jilbab ini percikan cahaya dari tengah kegelapan,
alotnya kejujuran di tengah hari-hari dusta
jilbab ini eksperimen kelembutan untuk meladeni jam-jam brutal dari kehidupan
jilbab ini usaha perlindungan dari sergapan-sergapan
Dunia entah macam apa, menyergap kami
sejarah entah ditangan siapa, menjaring kami
kekuasaan entah dari napsu apa, menyerimpung kami
kerakusan dengan ludah berbusa-busa, mengotori wajah kami
langkah kami terhadang, kaki kami terperosok di
pagar-pagar jalan protokol peradaban ini
buku-buku pelajaran memakan kami
tontonan dan siaran melahap kami
iklan dan barang jualan menggiring kami
panggung dan meja-meja birokrasi mengelabui kami
mesin pembodoh kami sangka bangku sekolah
ladang-ladang peternakan kami sangka rumah ibadah
mulut kami terbungkam, mata kami nangis darah
Hidup adalah mendaki pundak orang-orang lain
hari depan ialah menyuap, disuap, menyuap, disuap
kalau matahari terbit kami sarapan janji
kalau matahari mengufuk, kami dikeloni janji
kalau pagi bangkit, kami ditidurkan
ketika hari bertiup, kami dininabobokan
kaum cerdik pandai suntuk mencari permaafan atas segala kebobrokan
kaum ulama sibuk merakit ayat-ayat keamanan
para penyair pahlawan berkembang menjadi pengemis
tidak ada perlindungan bagi kepala kami yang ditaburi virus-virus
tak ada perlindungan bagi akal pikiran kami yang dibonsai
tak ada perlindungan bagi hati nurani kami yang
dipanggang diatas tungku api congkak kekuasaan
tungku api kekuasaan yang halus, lembut dan kejam
Tak ada perlindungan bagi iman kami yang dicabik-cabik dengan pisau-pisau beracun
tak ada perlindungan bagi kuda-kuda kami yang digoyahkan
oleh keputusan sepihak yang dipaksakan
tak ada perlindungan bagi akidah kami yang ditempeli topeng-topeng, yang dirajam, dimanipulir oleh rumusan-rumusan palsu yang memabukkan
tak ada perlindungan bagi padamnya matahari hak kehendak kami yang diranjau
maka inilah jilbab. inilah jilbab!
Ini furqan, pembeda antara haq dan bathil
jarak antara keindahan dengan kebusukan
batas antara baik dan buruk, benar dan salah
kami menyarungkan keyakinan dikepala kami
menyarungkan pilihan, keputusan, keberanian dan istiqamah, dinurani dan jiwaraga kami
Ini jilbab ilahi rabbi, jilbab yang mengajarkan ilmu menapak dalam irama
ilmu untuk tidak tergesa, ilmu tak melompati waktu dan batas realitas
ilmu bernapas setarikan demi setarikan, selangkah demi selangkah, hikmah demi hikmah
rahasia demi rahasia, kemenangan demi kemenangan
Para malaikat Allah yang lembut melebihi kristal, para malaikat allah yang suaranya tak bisa didengarkan oleh segala macam telinga, berbisik-bisik di antara mereka
Wahai! anak-anak tiri peradaban! anak-anak jadah kemajuan dan perkembangan!
anak-anak yatim sejarah, sedang menghimpun akal sehat
menabung hati bening, menerobos ke masa depan yang kasat mata
lautan jilbab! lautan jilbab! gelombang perjuangan, luka pengembaraan, tak mungkin bisa dihentikan wahai! sunyi telah memulai bicara!


Biar Kami yang Perkasa, Berjuang

Biar Kami yang Perkasa, Berjuang

oleh Gina Aisyah

untuk mereka yang bangga menyebut dirinya Indonesia



Kami yang dibesarkan disini, ditimang dedaunan jati dan disuguhkan sejuk embun

Bagaimana bisa menyerah memberikan tanah ini pada kalian?

Kami yang tumbuh di tanah ini, bermain bola api dan tertawa dalam kilap

Tak akan berhenti menyerang dan bertahan, untuk tanah ini

Karna ibu telah wariskan ini pada kami, dan ini bukan hak kalian



Kalian bisa bawa kuasa, dengan senapan berasap teracung ke udara

Tapi ini bumi milik kami

Kalian bisa usir ruh kami dari jasad, tapi cinta kami tetap tinggal

Membiarkan darah yang terjatuh sebagai penyubur akar jati

Dan nafas terakhir kami yang melayang ke udara

Sebagai perimbun dedaunan beringin

Dan kalian yang tertawa diatas jasad kami akan tersadar

Bahwa ikatan kami dan tanah ini tak akan berakhir



Biar peluh kami meleleh, biar darah kami mengering

Kami katakan lagi, takkan berhenti gema perlawanan di udara

Untuk anak cucu kami yang nanti pagi akan lahir

Tak kan kami bairkan mereka menangis kehilangan warisannya

Takkan kami biarkan mereka lapar kehilangan kebunnya

Tak kan kami biarkan mereka papa kehilangan buminya

Maka biar kami yang berjuang

Untuk tanah ini, untuk mereka, untuk diri kami

Maka biar kami yang hadapi panas peluru kalian

Biar kami yang rasakan keras hunusan kalian di tubuh

Biar kami yang katakan bahwa kami bukan pemuda pengecut!



Majulah, kami masih sanggup walau bawa luka di tubuh

Yang mati biarkan tersenyum di surga

Kami akan berjuang untuk mereka yang telah pergi dan akan datang

Bidik dada kami, dan denyut kami akan berhenti

Tapi semangat kami akan diteruskan yang masih tersisa

Airmata yang jatuh di bumi kami kelak akan terbayar

Kehilangan pahlawan bagi istri kami tak seberapa

Kekasihnya telah menjelma jadi patriot yang membela tanah air

Biar dikenangkan cerita kami yang perkasa kepada bayi nanti pagi



Kalian, manusia biadab dengan senapan berasap teracung di udara

Kami takut pada kematian, tapi tak akan gentar

Telah kami hadapi apa-apa yang kalian hadapkan pada kami

Maka biar kehilangan di rumah menjadi cerita

Biar saja airmata menjadi tugu pengingat

Di detik ini, setelah bulan sabit mengacung di pembaringan

Akan kami hadapi maut dan segala kesakitannya

Untuk tunjukkan pada kalian,

Kami bangsa yang perkasa!

RINTIHANKU

Rintihanku

oleh Rozcharafa Superkeceng Milikluckin pada 7 Juli 2012 pukul 11:41 ·

Sepinya hati dalam senja

Lirih tak terdengar getar suara

Diam sunyi mencekam

Teringat diri yang berlumur dosa

Sesalan jiwa yang penuh noda

Bersimpuh rendahkan diri dihadapannNya



Saat mentari beranjak ke peraduan

Saat bulan mulai tegar

Hadapkan diri pada perasaan

Dosa dan nista dalam hati terluka

Ku bersimpuh pada luka dalam

Sayatan demi sayatan luka bersarang

Hembuskan napas dalam kuasa malam

Diri ini hina tak bahagia



Ohh Tuhan..

Ini aku insan yang tak punya malu

Bersimpuh ku memohon ampunanMu

Atas segala dosa yang gerogoti jiwa

Oohh Tuhan dengan segala kemuliaanMu

Aku datang dengan sedikit harapanMu

Aku yang hina terbius fatamorgana

Tak tahu arah jalan yang harus ku tapaki

Tunjukkanlah aku pada jalanMu

Jalan yang Engkau kehendaki

Jalan lurus bersimpuh rapuh

Dalam rintihan gugur daun

Tuhan...

JalanMu aku butuh itu

NOL KILOMETER TUHAN

Nol Kilometer Tuhan

oleh Moti Vegeance pada 9 Juli 2012 pukul 11:21 ·

Sorotan mata menembus jengkal cahaya

Jelas tanpa dinding tebal menghadang

Tapi aliran hidup mengalir dengan kontrol

Meski terkadang logis

Namun tak jarang yang tertanam dalam adalah mistis



Karena dunia

Maka- tabir-tabir masih menggeliat dengan setia

Tak terduga sering datang tanpa salam

Dan di akhiri tanpa kepastian



Munculnya tanda tanya seperti menjadi biasa

Dan respond Tuhan tak haram semena-mena

Tapi semena-menanya Tuhan adalah jalur aliran



Gerak dan arah langkah adalah langkah pilihan

Pilihan berkabung atau lahirnya senyum



Setiap detik

Dzarroh-dzarroh penuhi wadah tetes nilai

Tiap-tiap segalanya dan apa saja

Senyum, berkabung, berjalan atau diam

Nilai dzarroh siap bercokol dalam langkah pilihan



Inilah teka-teki hidup

Terkadang membuat rasa bahagia begitu saja redup

Permainan nafas menakutkan

Tapi terlanjur terbenam



Maka, apa yang harus dilangkahkan ?

Kalau bukan menuruti aturan permainan yang telah tertulis

Seperti inilah pada hakikatnya

Tecipta untuk menyelami aturan yang di tetapkan

Dan indah saat tepat pada kesesuaian



Manusia tidak dibiarkan mengarungi bahtera kegalauan sendirian

Tidak begitu saja dibiarkan tanpa kawan



Kau mesti tahu

Tuhan menesteskan tak terhitung kasing sayang

Dan syukur harusnya membuncah pada vertikalnya pikiran



Manusia adalah kerikil tak tampak

Dibungkam dunia dan besarnya jagad raya



Tapi

Tuhan bersedia berdansa dengan manusia tiap saat

Putaran waktu dibuka untuk sebuah ruang luas munajat

Dan harusnya

Derap kaki manusia merapat cepat



Tuhan tidak membiarkan Manusia sendiri

Bahkan berada tepat depan sorot pandangan dan hatimu sendiri



Dan sadarkah

Manusia berada dalam area Nol Kilometer Tuhan

Tepat

Dalam detak dan aliran

Di dalam dirimu

BUMIKU LAYU

Bumiku Layu

oleh Fathoni Nicky Adam McFadden pada 10 Juli 2012 pukul 9:00 ·

Tetes kesejukan embun saat pagi hari

Iringi surya yang baru membuka matanya

Kerlip sinar puaskan hawa dingin

Jelajahi dunia yang tak beraturan



Saat aku kembali memandangi

Lukisan-lukisan abstrak hijau nan serasi

Saat warna hijau itu gemerlap tak terbendung

Terselip beberapa lembar biru yang yang berkabut

Bumiku yang indah

Estetika Mahakarya Sang Pencipta



Bumiku layu tak seperti saat aku bermimpi

Lunturnya lukisan Tuhan karena kecipratan sedikit darah

Hijau kini mulai menguning

Dan biru kini tak lagi nampak bening



Hitam dimana-mana

Lembar-lembar daun tak berani berkata

Mereka punah oleh timbunan kabut

Kabut asap yang madlorotnya hingga tata surya



Bumiku layu tak seperti saat aku pertama membuka mata

Saat burung-burung itu gembira tertawa

Memang aku baru terbangun dari dimensi ruang waktu

Tapi bumiku suguhkan tarian lewat alunan angin dan daun bak ratu



Bumiku layu tak seperti pertama aku berkenalan

Dia nampak anggun dengan rangkaian rambut hijaunya

Matanya yang biru bius sejuta mata pengagumnya



Ia tak pernah mengeluh pada siapapun

Pun pada saat langit membiusnya dengan derai air mata

Ia masih bisa melukis pelangi dalam senyumnya



Bumiku layu tak bertenaga

Saat ia meronta-meronta meminta bantuan

Saat rintihannya hanya jadi rintihan

Kemanakah mereka yang menamai dirinya Khalifah Tuhan

Telah berikan luka bakar yang kini tak kunjung hilang



Bumiku layu tak lagi gagah

Saat rentetan duri menikam punggung bungkuknya

Ia lemah ia terluka

Dari serangan manusia gila tak bernyawa

Sungai air matanya isyarat betapa sakit hatinya

Menimbun mayat-mayat penuh dosa dalam dirinya





Ia ingin muntah, ia ingin teriak

Perlakukan aku seperti kau memperlakukan perutmu

Sayangi aku seperti kau menyayangi pacar harammu



Bumiku layu ia lemas

Haus akan derai air mata lewat ayat Penciptanya

Rindu saat ia bisa menerima kerudung untuk tutup mahkotanya





Ia merindukan orang yang tak kunjung menari di hadapanya

Suguhkan tarian yang saat ia membuka mata

Terbentang seribu titik-titik biru dalam matanya



Bumiku dulu segar kini layu

Bumiku dulu gagah kini malu

Bumiku dulu perawan kini menjadi nafsu komersial



CAHAYA YANG BERNYAWA

Cahaya Yang Bernyawa

oleh Aldhy Vhaldy Rhieval pada 5 Juli 2012 pukul 20:51 ·

Tergantung sebercak guratan senyum dalam daging ekskresi tubuh.

senyum yg dapat membungkus kecacatan hati.

hati yang cacat oleh goresan paku yg membeku.

Dari ku nafas penguatmu.





secerdik sang dewi cahaya diangkasa.

Yang terlihat halus meski perjalanan hidup merengek tak mulus.

Semua itu engkau rintis,kau tak ingin membuat buah hati merengek meringis.

walaupun kau sudih merasa teriris.



Bunda, . . .

tak henti2 nya kau menaungi aku,

sedikit daging bernyawa yg tak pernah menoleh.

Menoleh setitikpun goresan paku yg ku tancapkan hingga membeku.

Kepekaanmu bagai ruang lembab tempat ku berkembang.



maafkan aku wahai bidadari d hati.

terimakasih telah mencetak segumpal daging bernyawa yg kau jaga meski rela merasakan luka.

TEOREMA JUARA

HASIL TEOREMA 2014

No
NAMA
KELAS
JABATAN
1
Siska Nur Risna
2A
Wakil Sekretaris Umun
2
Anah Mulyanah
2B
Wakil Bendahara Umum
3.
Robiatul Adawiyah
2A
Biro KESTARI
4
Isna Maulida
2A
Biro KESTARI
5
Suci Indrianingrum M.
2A
Biro DANUS
6
Irna Yuliana
2A
Biro DANUS
7
Akhmad Rizal
2B
Biro DANUS
8
Rizal Ilmi Wirawan
2A
DEPKAMAS
9
Dinar Nirmalasari
2A
DEPKAMAS
10
Komarudin
2A
DEPKAMAS
11
Yunus Fajrin
2B
DEPKAMAS
12
Suhanengsih
2A
DEPKAMAS
13
Faizal Ridwan
4B
DEPDIKA
14
Jaenudin
2A
DEPDIKA
15
Silvia Dani
2A
DEPDIKA
16
Zahratul Uyun
2B
DEPDIKA
17
Ana Samrotul
2B
DEPKOMINFO
18
Sri Retno Sukmayani
2A
DEPKOMINFO
19
M. Farhan Pranata
2B
DEPKOMINFO
20
Wildan Syaprowi
2B
DEPKOMINFO
21
Rachmat Suryakusumah
2A
DEPINTEL
22
Kartika Dwi Maretha
4B
DEPINTEL
23
Denta Prabowo
2B
DEPINTEL
24
Intan Permatasari
2B
DEPINTEL
25
Yusup Junaedi
2B
DEPINTEL
26
Novi Nurizati
4A
KADEPAG
27
M. Khoirurrohim
2A
DEPAG
28
Hasanah S. N.
2B
DEPAG
29
Luqman Nur Hakim
2B
DEPAG
30
Hana Afifah
2B
DEPAG


Nb :  Selamat bergabung dengan HIMATIKA 2014 untuk teman-teman
yang terpilih, ini adalah hasil pertimbangan panitia Teorema 2014, semoga hasilnya dapat diterima.
Bagi nama –nama yang disebutkan diatas diwajibkan kumpul

Rabu, 5 Februari 2014 pukul 10.00 WIB  di Aula PKM B.