Pada
zaman dahulu, di daerah yang kini bernama Rangkasbitung. Konon, kata Rangkasbitung berasal dari
kata rangkas dan bitung. rangkas artinya “Patah”, dan “bitung” merupakan nama
pohon bambu. Bagaimana terjadinya Rangkasbitung ? Inilah kisahnya.
Di sana tumbuh satu rumpun pohon bambu yang sangat banyak. Keberadaan pohon bambu itu membawa keberuntungan bagi penduduk. Mereka menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian. Aneka anyaman dan peralatan rumah tangga dari bambu bisa mereka buat. Namun, karena menganggap pohon itu sebagai sumber kehidupan, mereka pun mengeramatkannya. Mereka menyembah pohon itu dan memberinya sesaji.
Di sana tumbuh satu rumpun pohon bambu yang sangat banyak. Keberadaan pohon bambu itu membawa keberuntungan bagi penduduk. Mereka menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian. Aneka anyaman dan peralatan rumah tangga dari bambu bisa mereka buat. Namun, karena menganggap pohon itu sebagai sumber kehidupan, mereka pun mengeramatkannya. Mereka menyembah pohon itu dan memberinya sesaji.
Pada suatu hari, seorang ulama datang ke daerah itu, ia melihat perbuatan musyrik yang dilakukan oleh penduduk. Dengan lembut, sang ulama menasihati mereka agar menghentikan perbuatan itu.
Ulama itu berkata “ Saudara – saudara, hentikanlah menyembah pohon itu, yang kalian lakukan itu musyrik hukumnya. Allah sangat tidak suka pada perbuatan itu, berarti kalian telah menduakan-Nya. Hanya Allah lah yang patut kalian sembah. Ia yang menciptakan dunia ini dan seluruh isinya. Kita semua ciptaan-Nya. Begitu pula dengan pohon bambu yang kalian sembah itu. Jadi, sangat tidak pantas menyembahnya. Mintalah pada-Nya bila kalian mempunyai keinginan. Perbanyaklah berdoa pada-Nya agar apa yang kalian inginkam itu terkabul.”
Namun, tak seorang pun penduduk mau menuruti kata – kata ulama itu. Dengan sangat kasar, mereka pun mengusir sang ulama. Ulama itu akhirnya pergi dengan kesedihan yang mendalam. Dan tiba – tiba, angin datang menderu-deru. Angin itu berputar-putar sangat kencang.
Angin kencang
menelikung daerah itu, tetapi sang ulama luput dari putaran angin itu.
Diperhatikannya angin yang semakin lama semakin berputar keras. Penduduk
pun sangat ketakutan.
“Brakkk…!!!!!” Rumpun pohon bambu yang jadi sumber mata pencaharian penduduk itu tumbang diterjang angin kencang itu. Rumah-rumah warga pun roboh.
Angin kemudian berhenti. Penduduk banyak yang tewas
tertimpa rumah-rumah yang roboh atau pepohonan yang tumbang. Dan banyak yang
diterbangkan angin dan lenyap entah ke mana.
Sang ulama itu membangun perkampungan baru di daerah itu.
Dibukanya sebuah pesantren. Banyak orang datang ke pesantren itu untuk belajar
agama. Lalu, untuk mengingatkan orang bahwa di daerah itu pernah terjadi
perbuatan musyrik dan agar perbuatan seperti itu tak terulang lagi, sang ulama
memberi nama daerah itu “Rangkasbitung”.
0 komentar:
Posting Komentar